oleh

Diaspora Indonesia di Austria dan Slovenia Komitmen terhadap Pancasila dan Wawasan Kebangsaan

-Nasional-192 views

WINA (Simpony) – Kemajuan teknologi memudahkan kehidupan manusia, tetapi dapat juga disalah gunakan untuk mempengaruhi cara pandang dan pikiran masyarakat. Kemajuan teknologi informasi dan media mendekatkan apa yang jauh. Tapi disrupsi informasi juga berpotensi menjauhkan apa yang sudah dekat, mengganggu kedekatan sosial antar masyarakat. Untuk itu, diaspora Indonesia di Austria dan Slovenia harus bijak dan waspada terhadap meningkatnya rivalitas ideologi transnasional yang bisa merenggangkan ikatan sosial dan kebersamaan kita sesama bangsa Indonesia.

Hal itu diungkapkan Dr. Darmansjah Djumala, Duta Besar/Wakil Tetap RI di Wina dalam sambutannya saat pembukaan webinar dalam rangka peringatan hari lahir Pancasila yang diselenggarakan oleh KBRI/PTRI Wina pada hari Minggu 6 Juni 2021 di Wina.

Diskusi virtual yang dihadiri sekitar 53 peserta dari Austria, Slovenia dan kawasan sekitarnya mengangkat tema “Pancasila & Diaspora: Meneguhkan Komitmen Kebangsaan Masyarakat Indonesia di Austria dan Slovenia” menghadirkan Prof. Yudian Wahyudi, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang menyampaikan Kata Pengarahan Kunci dan dua narasumber utama yaitu Prof. Adji Samekto, Deputi Bidang Pengkajian dan Materi BPIP serta Dr. Listiyono Santoso, Lektor Kepala Universitas Airlangga.

Dalam kata pengarahan kunci, dengan mengutip pidato Presiden pada perayaan hari lahir Pancasila 1 Juni, Kepala BPIP mengatakan saat ini Pancasila tengah menghadapi tantangan persaingan ideologi global. “Namun demikian, Pancasila sudah memiliki legitimasi dengan dicakupnya nilai-nilai agama, dan sudah menjadi kesepakatan bersama sebagai ideologi Negara. Negara Indonesia yang berideologi Pancasila ini memang sudah mendapatkan pengakuan dunia internasional. Untuk itu diharapkan agar diaspora Indonesia terus menggali sejarah dan warisan budaya termasuk pemikiran Pancasila di dalam berbagai forum. Hal itu penting karena sejak reformasi, Pancasila cenderung dipinggirkan dalam wacana publik. Diaspora Indonesia harus mampu menimba ilmu pengetahuan dan kembali ke Indonesia berkontribusi bagi negeri tanpa kehilangan jati diri keindonesiaan,” tegas Prof. Yudian.

Sebagai narasumber pertama, Prof. Adji Samekto soroti kedudukan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan negara yaitu sebagai dasar negara, filsafat dasar bangsa, pemersatu bangsa, landasan demokrasi politik dan ekonomi Indonesia, serta sumber segala hukum negara. Bagi diaspora Indonesia yang hidup dalam lingkungan sosial yang beragam dalam suku, ras, agama dan ideologi di luar negeri, harus mampu menumbuhkan semangat dan wawasan kebangsaan yang menjadi pedoman nilai dalam pergaulan internasional.

“Saat ini Pancasila menghadapi tantangan, antara lain hilangnya Pancasila dalam wacana publik pasca reformasi, melemahnya pengarusutamaan Pancasila dalam pendidikan, serta berkembangnya paham dan ideologi yang tidak bersumber dari budaya bangsa,” tutur Prof. Adji.

Rivalitas, eksklusifitas, dampak pasar global, dan perkembangan teknologi informasi seperti media sosial, menjadi tantangan dalam menyebarluaskan semangat kebangsaan seperti termaktub dalam Pancasila.

“Masyarakat terus berkembang dengan nilai-nilai baru. Tantangan kita adalah bagaimana dengan perubahan yang kompleks itu kita tidak meninggalkan nilai dan wawasan kebangsaan. Tapi sebaliknya justru mensinergikannya dengan nilai keindonesiaan dengan mempertimbangkan aspek budayanya,” lanjutnya.

Narasumber yang kedua yaitu Dr. Listiyono Santoso, Lektor Kepala Universitas Airlangga, menyampaikan bahwa Pancasila merupakan nilai abstrak universal, namun harus menjadi sesuatu yang konkret dan dapat terimplementasi secara obyektif seperti dalam landasan kebijakan politik RI yang mengamalkan lima sila dalam Pancasila dalam satu kesatuan utuh. “Juga secara subyektif menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan pembelajaran dan pembiasaan yang sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia,” katanya.

Dalam paparannya, ditekankan bahwa Pancasila merupakan produk genuine yang genius dari founding fathers kita yang harus diapresiasi secara luar biasa. “Ulama kita pada masa itu legowo menerima Pancasila sebagai dasar negara dan tidak mereduksi nilai keagamaan mereka. Negara melampaui bangsa, agama, dan kesukuan,” jelas Dr. Listiyono.

Terkait peran Diaspora Indonesia, ditekankan bahwa kita dapat mengambil contoh para founding fathers, yang saat menimba ilmu di luar negeri turut memikirkan masalah kebangsaan. “Saat ini diaspora dapat turut membangun citra positif, melakukan alih pengetahuan dan ilmu, membawa masuk investasi, dan menjadi jembatan hubungan Indonesia dengan dunia Internasional,” tambah Dr. Listiyono.

Namun ditegaskan oleh Dr. Listyono bahwa nation state building kita masih belum selesai, masih ada kelompok kecil yang mempermasalahkan Pancasila dan ingin memaksakan kehendaknya di Indonesia. “Dalam konsep negara bangsa Indonesia, kita punya empat warisan yang harus dijaga, yaitu UUD 1945 sebagai dinding, Bhinneka Tunggal Ika sebagai realitas isi, Pancasila sebagai fondasi, yang menopang atap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” tandasnya.

Pada sesi tanya jawab, beberapa hal yang mengemuka dan menjadi pembahasan antara lain terkait dengan pentingnya mempertimbangkan kembali untuk menghadirkan pelajaran mengenai Pancasila dalam kurikulum pendidikan, peran akademisi dalam memperkokoh pemahaman masyarakat terhadap Pancasila ke depan, adanya ideologi transnasional yang perlu disikapi bersama, dan mengenai pentingnya mengadakan acara serupa di berbagai kesempatan dalam rangka memperkuat pemahaman masyarakat umum terhadap arti penting Pancasila dalam kehidupan bernegara rakyat Indonesia. (kps)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed