SELF injury merupakan suatu perilaku yang dilakukan oleh seseorang dengan menyakiti diri sendiri. Nama lain dari ‘self injury’ salah satunya yang cukup dikenal adalah ‘self harm’. Self harm digambarkan sebagai suatu perilaku yang mana dapat menyebabkan seseorang menyakiti dirinya sendiri, dan biasanya merupakan cara untuk mengatasi beban dan kesulitan karena tekanan pikiran maupun perasaannya.
Istilah self injury ini sebenarnya mempunyai banyak varian selain self harm. Beberapa istilah terkait dengan perilaku ini adalah non suicidal self injury (NSSI), self hurt, Direct Self Injury (DSI). Kesemuanya itu merujuk pada adanya perilaku menyakiti diri sendiri.
Di Indonesia dari penelitian yang dilakukan di suatu universitas terhadap 314 mahasiswa, 38% di antaranya melakukan self injury dan 21% diantaranya melakukan percobaan bunuh diri (Tresno, Ito,& Mearns, 2012).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Swannel diketahui 17,2% pelaku self injury merupakan remaja sehingga diduga bahwa remaja adalah kelompok usia yang paling rentan dan mempunyai resiko yang paling tinggi untuk mengalami Self Injury. Bahkan banyak remaja putri juga disinyalir melakukan perilaku ini pada sebelum usia 10 tahun.
Self Injury atau self harm dapat dialami oleh siapa saja. Persentase 10% dari remaja di Inggris diketahui mengalami self injury dan ini bisa meningkat hingga 20% dan itu terjadi baru dari kalangan remaja saja. Banyak didapat data bahwa perilaku self injury ini bahkan mulai dilakukan seseorang sebelum berusia 12 tahun.
Beberapa orang yang mengalami perilaku ini umumnya diketahui mempunyai suatu masalah dalam hidupnya, di lingkungan tempatnya hidup dan masalah tersebut bisa berkenaan dengan teman-temannya, keluarganya, sekolahnya atau bahkan kombinasi antar semua hal tersebut.
Apa saja alasan melakukan self injury?
Ada perbedaan antar individu yang mengalami self injury ini, beberapa yang paling banyak dilaporkan oleh remaja sebagai alasan yang memicu mereka melakukan self injury :
– Masalah atau adanya kesulitan yang terjadi di rumah
– Masalah dengan teman
– Tekanan di sekolah
– Bullying
– Depresi
– Kecemasan
– Perubahan keadaan seperti misalnya pindah sekolah.
Ada Beberapa faktor yang beresiko mengarah pada terjadinya perilaku ini, yaitu dari faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal meliputi beberapa hal yaitu:
1. Mengalami pengalaman traumatis di masa lalu
2. Rendahnya self esteem
3. Kebutuhan untuk dihargai
4. Mekanisme coping yang tidak adaptif
Faktor eksternal berupa:
1. Pola asuh yang otoriter
2. Hubungan interpersonal yang buruk
Mitos Seputar Perilaku Self Injury
1. Mencari Perhatian
Kesalahan anggapan terhadap perilaku self injury adalah menganggap perilaku ini sebagai cara untuk menarik perhatian orang lain. Stereotip ini banyak berkembang padahal ini salah.
Karena para pelaku self injury umumnya menyembunyikan perilaku mereka dari orang lain. Itu juga yang menjadi salah satu alasan kenapa sebagian mereka memilih bagian tubuh yang tersembunyi dan sulit dilihat oleh orang lain. Banyak dari mereka yang merasa berat untuk menceritakan keadaan mereka pada orang lain dan mencari pertolongan.
2. Self Injury Adalah Fenomena Remaja
Anggapan bahwa perilaku ini hanya seperti trend atau kultur yang lumrah dialami para remaja merupakan anggapan yang sama sekali salah. Tidak ada penelitian yang menyimpulkan bahwa ini adalah hal biasa yang umum dan lumrah terjadi pada para remaja.
3. Hanya Dialami Anak Perempuan
Kebanyakan orang menganggap bahwa perilaku self injury hanya dialami oleh para remaja perempuan, padahal tidak ada bukti kuat yang mendukung pernyataan tersebut.
Anak laki-laki maupun anak perempuan mungkin saja mengembangkan cara yang berbeda dalam perilaku self injury-nya ataupun mengembangkan alasan yang berbeda dalam mengembangkan perilaku ini.
4. Self Injury Itu Menular
Banyak anggapan bahwa perilaku ini menular secara sosial. Mungkin berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan adanya perilaku copycat dari pelaku yang melihat pelaku lain melakukan itu kemudian ditiru.
Namun banyak sekali penelitian yang juga menunjukkan adanya perilaku yang muncul secara spontan tanpa adanya proses belajar secara sosial.
5. Pelaku Self Injury Menikmatinya
Pelaku self injury sering dituding bahwa mereka menikmati rasa sakit yang mereka dapatkan dari perilaku mereka yang menyakiti diri sendiri tersebut. Namun, sebenarnya penelitian menunjukkan bahwa mereka merasakan sakit dan tidak menikmati perbuatan tersebut.
Perbuatan itu hanya sebagai pelampiasan akan perasaan tertekan ataupun kesedihan mereka yang mendalam yang disalurkan melalui melukai dirinya sendiri. Bahkan ada beberapa pelaku yang mengalami depresi merasakan mati rasa sehingga mereka ingin merasakan kembali apa saja meskipun itu rasa sakit sekalipun.
6. Dihubungkan dengan Percobaan Bunuh Diri
Adanya anggapan bahwa self injury ini merupakan usaha pelaku untuk melakukan bunuh diri merupakan anggapan yang tidak tepat.
Ada benarnya memang bahwa bisa saja mereka mempunyai keinginan bunuh diri, namun self injury sendiri bukanlah usaha untuk bunuh diri namun usaha untuk mengatasi beban dan penderitaan mereka.
7. Jika Lukanya Tidak Parah Berarti Masalahnya Tidak Berat
Kita tidak bisa mengukur atau menilai tingkat penderitaan batin yang dialami oleh pelaku self injury hanya berdasarkan besarnya atau tingkat keparahan luka yang ada karena setiap orang mempunyai batasan yang berbeda terhadap rasa sakit.
Luka yang terlihat ringan bisa saja mempunyai makna luka batin yang sama besarnya dengan yang mempunyai perlukaan yang terlihat lebih berat.
Bagian Tubuh Mana yang Dilukai?
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sutton, area bagian tubuh yang paling banyak dan paling sering dilukai oleh para pelaku self injury adalah pada bagian tangan, paha, pinggang dan perut.
Tangan bagian bawah menempati urutan teratas menurut hasil peneltian yang dilakukan Sutton. Selain itu paha merupakan bagian yang menempati posisi kedua teratas yang sering dilukai oleh pelaku self injury.
Dipilihnya suatu anggota tubuh tertentu yang menjadi sasaran perlukaan yang dilakukan umumnya berdasarkan alasan-alasan yang khas; bagian tubuh yang tidak mudah dilihat karena tidak ingin diketahui orang lain misalnya paha karena bagian ini selalu tertutup.
Bagian tubuh yang mudah dijangkau seperti lengan karena mudah dijangkau dan juga mudah untuk ditutupi. Anggota tubuh yang tidak disukai juga menjadi alasan untuk dipilihnya bagian tubuh yang akan dilukai.
Berapa Lama Perilaku ini Berlangsung?
Perilaku ini berlangsung menurut hasil penelitian yang Sutton lakukan, terungkap bahwa perilaku ini dapat berlangsung paling lama 20 tahun namun menurut Favazza para pasien yang menderita perilaku ini rata-rata berlangsung sekitar 10 hingga 15 tahun.
Sutton sendiri menyimpulkan bahwa perilaku ini dapat terjadi dan berlangsung selama sekitar 20 tahun sebelum akhirnya mereda.
Apakah Self Injury Membuat Ketagihan?
Ada beberapa penelitian yang sudah dilakukan, dan beberapa menolak bahwa perilaku ini bersifat adiksi seperti Contario dan Lader (1998), mereka memang menyatakan bahwa self injury ini sebagian memang terdapat karakteristik yang sama dengan adiksi, namun menurut mereka ini hanya solusi saja untuk mengatasi tekanan emosi.
Sebagian lagi ada yang berpendapat bahwa memang membuat ketagihan, salah satunya pendapat dari Turner (2002), yang menurutnya pengalaman akan rasa sakit itu membuat pelaku self injury menjadi menikmati rasa sakit itu dan akhirnya menjadi kecanduan dengan itu.
Pendapat Conterio dan Lader yang menyatakan, bahwa perilaku ini hanya sebagai solusi yang membuat ketagihan lebih cenderung dapat diterima. Karena ini bukan tentang kesenangan akan rasa sakit itu, namun hanya godaan akan apa yang datang sesudah perilaku itu dilakukan.
Perasaan nyaman, atau rasa lega karena dapat menyalurkan tekanan dan ketegangan yang dirasakan inilah yang membuat seseorang menjadi terikat dengan perilaku ini.
Jadi bukan karena senang dengan rasa saat melakukan perlukaan tersebut yang membuat ketagihan, tapi perasaan yang didapat setelah perbuatan itu dilakukan yang menjadi fokus utamanya.
Bagaimana Menghentikan Perilaku Ini?
Berdasarkan pengakuan yang diungkapkan oleh orang-orang yang berhasil melewati dan pulih dari mengalami perilaku self injury, adalah bicara pada orang lain tentang apa yang dialami dan dirasakan.
Ini merupakan langkah awal untuk pulih dari keadaan tersebut. Maka dapat kita rumuskan beberapa langkah pemulihan bagi para penderita atau pelaku self injury atau self harm ini.
– Bicara pada orang lain
Bicara pada orang lain untuk mencari bantuan atau sekedar melepaskan beban yang dirasakan selama ini. Pilihlah orang lain yang memang dapat dipercaya dan syukur dapat membantu kita menghentikan perilaku self injury.
– Melakukan kegiatan yang disukai
Lakukan kegiatan di luar rutinitas yang ada dan memilih kegiatan yang paling disukai. Hal ini bertujuan agar membuat kita lebih rileks dan mengalihkan dari keinginan melukai diri sendiri.
– Lakukan teknik pengalihan
Teknik pengalihan ada banyak sekali. Ketika kita merasakan keinginan melukai itu muncul, maka alihkan dengan beberapa cara, misalnya memukul bantal, meremas play doh, berteriak dibalik bantal atau bisa juga duduk tenang dan mulai bermeditasi atau semacamnya.
Sesungguhnya self injury itu merupakan pengalihan atas beban kesedihan atau tekanan yang dirasakan, maka mengganti pengalihan tersebut pada kegiatan yang tidak menyakiti diri sendiri.
– Menghargai dan menyayangi diri sendiri
Orang-orang yang perilaku self injury umumnya terpicu oleh adanya rasa tidak berharga, maka dengan menumbuhkan rasa berharga tersebut akan dapat mengurangi keinginan untuk menyakiti diri sediri.
– Menemui tenaga profesional
Bantuan tenaga profesional merupakan hal penting untuk dapat membantu seseorang mampu mengatasi masalah yang dialami dan kebiasaan yang membahayakan diri sendiri.
Bagaimana Langkah Pencegahan Self Injury?
Perilaku self injury dapat dicegah melalui pendekatan psikologi positif. Psikologi positif sendiri dapat dimaknai sebagai psikologi yang memfokuskan diri pada kekuatan-kekuatan positif yang dimiliki manusia.
Kekuatan-kekuatan tersebut meliputi, kebahagiaan, optimisme, rasa syukur dan hal-hal lain yang merupakan potensi positif yang ada dalam diri manusia.
Pendekatan dalam psikologi positif yang dapat dibangun dan tujuannya adalah sebagai penguatan karakter yang mendorong menjadi pribadi, yang memiliki kelenturan/kelembaman. Sehingga nantinya akan lebih mudah mengatasi masalah dengan cara dan sikap yang positif dapat melalui 5 komponen kebahagiaan.
Kelimanya sering disingkat dengan PERMA:
> Positive Emotions
Membangun berbagai emosi positif dalam diri kita.
> Engagement
Keterikatan atau mengikatkan diri pada suatu kegiatan positif yang bermakna dan mendapatkan kepuasan batin.
> Positive Relationship
Membangun hubungan yang positif dengan orang lain baik, dengan orang-orang terdekat, maupun kepada semua orang.
> Meaning
Membangun hidup yang bermakna dengan mempunyai tujuan hidup yang jelas, dan membuat kita menjalani hidup penuh arti.
> Accomplishmnent
Mendapatkan pencapaian positif dalam hidup yang membuat kita merasa hidup ini menjadi berarti.
Kesimpulan
Self Injury atau dikenal juga sebagai Self Harm, merupakan perilaku yang mempunyai ciri khas menyakiti diri sendiri yang tujuannya bukan pada rasa sakit itu. Namun lebih pada pelampiasan akan kesedihan dan luka batin yang dialami oleh individu dengan perilaku tersebut.
Perilaku ini hanya merupakan bentuk penyaluran akan rasa sakit batinnya yang orientasi akhirnya adalah perasaan lega atau perasaan nyaman setelah proses menyakiti tersebut.
Perilaku ini dapat dialami oleh siapa saja, namun usia remaja lebih rentan mengalaminya karena rendahnya kemampuan coping terhadap masalah.
Banyak metode terapi yang dapat digunakan untuk menghentikan berlangsungnya perilaku self injury ini. Namun kesemua metode itu akan lebih tepat jika mengarahkan pada penghargaan pada diri sendiri, karena perilaku ini banyak diderita individu yang mempunyai penghargaan diri yang rendah.
Selain itu terapi yang mengarahkan pada penyaluran rasa sakit yang sifatnya positif akan mempunyai peluang yang lebih besar untuk membantu menghentikan perilaku self injury.
Tindakan preventif dalam masalah self injury ini ataupun masalah-masalah psikologis yang lain lebih baik daripada mengobati atau menyembuhkan.
Pencegahan dapat dilakukan dengan memaksimalkan potensi-potensi positif di dalam diri kita dan memaksimalkan hal-hal positif dalam kehidupan kita akan membuat kita lebih kuat dan lebih mudah dalam menghadapi masalah. Setidaknya kita akan lebih mudah untuk bangkit dari keadaan yang sulit.
Psikologi positif yang menawarkan metode mengembangkan nilai-nilai positif dan kekuatan-kekuatan positif dalam diri kita dapat menjadi modal bagi kita untuk membangun psikis yang dipenuhi hal-hal yang positif.
Sehingga memudahkan kita untuk dapat menghadapi masalah lebih mudah, salah satunya dapat mencegah kita untuk menjadi salah satu pelaku atau orang yang melakukan tindakan self injury atau self harm.
(Penulis: Kumbang Sigit Priyoaji, S.Psi., S.Ag, Mahasiswa Fakultas Pascasarjana Konsentrasi Psikologi Pendidikan Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
Komentar